05 November 2007

Bung Zainal yang Tak Kenal Lelah

Keterangan Foto:
Bung Zainal (berdiri nomor 3 dari kiri) bersama kru Radio ARH
dan anggota Bengkel Belia ARH. Tampak pula Uni Ira, isteri Bung Zainal (berdiri paling kanan). (Foto: Koleksi Arthur JH)

Oleh: Zukifli Ibrahim

Bung Zainal Abidin Suryokusumo, adalah seorang pekerja keras. Ini dibuktikannya sejak hari-hari pertama Radio ARH (Arief Rachman Hakim) berdiri. Setiap hari, sejak jam enam pagi, Bung Zainal sudah “bercuap-cuap di udara” menyapa para pendengar dengan panggilan: “Sobat-sobat pendengar di wilayah Jakarta”. Lalu mengingatkan para pelajar dan mahasiswa, apakah sudah menyiapkan alat-alat tulis dan bahan-bahan pelajaran untuk hari itu? Kepada para pendengar yang sudah bekerja, ia juga tak pernah lupa mengingatkan mereka agar segera menyiapkan alat-alat kerja mereka. “Sementara waktu sudah menunjukkan pukul 06:30 WIB, ayo bangun dan bersemangat untuk melaksanakan tugas masing-masing, jangan sampai terlambat,” ujarnya, setiap pagi.

Yang bertugas setiap pagi di Radio ARH ketika itu, adalah “2 Z”. Yakni, Zainal Abidin Suryokusumo dan Zulkifli Ibrahim (Zul). Jika Bung Zainal siaran antara jam 6:00-07:00, maka yang menjadi operatornya adalah Zul. Sedangkan antara jam 07:00-08:00, giliran Zul yang siaran, dan gantian Bung Zainal yang menjadi operatornya

Setiap pagi, Bung Zainal dibekali isterinya, Ira, roti diolesi mentega dan telur mata sapi. Juga satu termos penuh air panas, yang digunakannya untuk menyeduh teh atau kopi, sambil siaran. Sang penyiar yang satu ini suka sekali kopi kental, yang diseduhnya dalam sebuah mug berukuran besar, cukup sampai siang.

Jam 08:00, Bung Zainal bersuara lagi di depan mikrofon, membacakan Warta Berita Dunia, yang bahan-bahannya dihimpun dari berbagai sumber, termasuk BBC London, Radio Australia dan Voice of America (VOA). Bung Zainal mengolahnya, malam hari, menjadi berita khas Radio ARH. Banyak pendengar ketika itu menilai, berita-berita Radio ARH lebih up to date daripada berita Radio Republik Indonesia (RRI).

Berita yang juga diolah oleh Bung Zainal adalah Berita Ekonomi dan Industri, yang disiarkan setiap jam 11 siang. Dibantu oleh Syahrial Muluk Nasution, yang bersama-sama Bung Zainal pernah berkiprah di Radio Ragam, Jakarta Selatan, milik Laskar Ampera Arief Rachman Hakim Rayon Panjaitan. Dengan daerah cakupan: Kebayoran Baru dan Kebayoran Lama. Bung Zainal juga membuat features untuk siaran pukul 17:00 setiap harinya.

Siaran Pendidikan Pemuda TITIK TEMU.

Tahun 1974, bekerjasama dengan LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Pengembangan Ekonomi-Sosial), Radio ARH meluncurkan Siaran Pendidikan Pemuda (SPP) TITIK TEMU, berisi features dan reportase tentang berbagai masalah ekonomi dan sosial di seluruh Indonesia, termasuk kultur masyarakatnya. Untuk itu para redaktur SPP pun mewawancarai berbagai narasumber dari beragam lapisan, mulai dari para petani dan buruh di daerah, sampai elite nasional.

Pada awalnya, TITIK TEMU lebih mengedepankan persoalan-persoalan dari propinsi ke propinsi. Setiap propinsi dibahas selama satu bulan siaran, tentu saja dengan berbagai aspeknya, seperti kultur dan kekayaan alamnya. Siarannya setiap hari, Senin sampai Sabtu, pagi dan malam (ulangan).

Dalam perkembangan berikutnya, isi TITIK TEMU pun semakin beragam dengan berbagai rubriknya, seperti: Penampilan Orang Musik (bahasan tentang perkembangan musik pop Indonesia), Ufuk Budaya (features tentang seni-budaya), Ilmu Pengetahuan Alam, dan Kaki Langit (rubrik sastra). Di Siaran Pendidikan Pemuda ini bergabung sejumlah wartawan, antara lain Tarman Azzam (sekarang ketua Umum PWI - Persatuan Wartawan Indonesia - Pusat), Masmimar Mangiang (kini Pemimpin Redaksi salah satu harian di Ibukota), Rahmat Ismail (kini pemilik Majalah Sabili), Fachri Muhammad, yang terkenal dengan nama on air-nya: Mohammad Akbar (kini pengusaha perikalanan) Edward Soaloon Simanjuntak (almarhum, terakhir redaktur Majalah Prisma), Iwan Padmadinata (kini penasihat Pengurus Daerah PRSSNI Jawa Barat), Paulus “Kelik” Widiyanto (kini fungsionaris PDI Perjuangan), Arthur John Horoni (kini aktivis advokasi perburuhan di Sumatera Utara, dan aktivis Yakoma PGI –Yayasan Komunikasi Massa Persatuan Gereja Indonesia) dan Billy Soemawisastra (kini di Liputan 6 SCTV).

Metode yang diterapkan dalam mengelola dan mengudarakan SPP Titik Temu ini, merupakan hasil studi banding Bung Zainal Abidin Suryokusumo, di Jerman. Ketika itu Bung Zainal dikirim ke untuk magang di Radio Deutsche Welle, Jerman, sebagai hasil kerja sama lembaga swadaya masyarakat FNS (Friederich Neumann Stiftung) dengan LP3ES.

Di dalam Titik Temu tersebut, Bung Zainal juga membuat rubrik konsultasi yang dinamakan Kontak Pendengar. Acara ini membahas surat-surat dari pendengar, yang menanyakan berbagai macam permasalahan, mulai dari masalah pendidikan, hukum, sampai rumah tangga. Berkat acara inilah, Bung Zainal kemudian dikenal dengan julukan Bung Daktur, dan tersohor dengan sapaannya yang hangat: “Bung Daktur di sini, Hallooouuu.”

Untuk menjawab surat-surat tersebut, Bung Zainal terlebih dulu harus bekerja keras membuka buku-bukunya termasuk sejumlah ensiklopedi yang tersedia di studio, dan berdiskusi dengan teman-temannya di Radio ARH. Bung Zainal tak pernah malu bertanya untuk soal-soal yang kurang dikuasainya. Untuk masalah-masalah keagamaan, misalnya, ia akan bertanya kepada Amir Syarifuddin Nawawi, Nasihin Hasan atau Samian El-Faizi, yang merupakan jebolan dari IAIN Jakarta itu. Karena mampu menjawab semua pertanyaan di Kontak Pendengar, banyak pendengar menjuluki Bung Zainal sebagai professor.

Radio ARH pada waktu itu, mempunyai kelompok-kelompok pendengar di berbagai wilayah Jakarta. Setiap enam bulan sekali, para anggota kelompok-kelompok pendengar ini berkumpul di Taman Ismail Marzuki (TIM) untuk membicarakan kelemahan-kelemahan SPP, dan apa saja yang harus diperbaiki. Pada akhirnya, kelompok-kelompok pendengar ini digabungkan dalam satu organisasi yang disebut Bengkel Belia ARH, dan Zainal Suryokusumo, menjadi pembina utamanya.

Selain SPP Titik Temu, Radio ARH juga memiliki sejumlah program siaran lainnya, termasuk siaran-siaran kedaerahan, dengan penyiar yang berlainan. Dan, setiap penyiar Radio ARH dituntut untuk mempunyai gaya sendiri, tidak boleh meniru orang lain, apalagi meniru penyiar radio lain. Termasuk, pembaca berita, tidak boleh meniru gaya penyiar RRI (karena selain Radio ARH, hanya RRI, radio yang menyiarkan berita ketika itu).

Itulah sekelumit kiprah Bung Zainal di Radio ARH, yang membuktikan bahwa sosok yang satu ini memang tak pernah kenal lelah dan tak kenal menyerah. Sampai akhir hanyatnya, ia aktif memperjuangkan hak-hak wartawan dan penyiar. Ia ikut menyusun Rancangan Undang-Undang Penyiaran dan Undang-Undang Pers.

[Zulkifli Ibrahim, adalah mantan penyiar Radio ARH, anggota Laskar Ampera Arief Rachman Hakim (ARH), yang sempat menjadi Penanggung Jawab Radio ARH dan Ketua Yayasan Radio ARH, setelah radio ini berganti kepemilikan (berada di bawah pengelolaan manajemen Grup Bimantara). Kini ia aktif sebagai Kepala Biro Daerah Depok, Surat Kabar Fajar Metro.]

Tidak ada komentar: