01 November 2007

Mas Zen Sang Guru Pembebasan

Keterangan Gambar (Dari Kiri ke Kanan): Arthur J. Horoni,
Fahmi Idris, Zainal A. Suryokusumo dalam acara Latihan
Dasar Kepemimpinan Bengkel Belia ARH, Bogor, 1981.

Oleh: Arthur J. Horoni

Belajar sama-sama.
Belajar sama-sama.
Kerja sama-sama.

Semua orang itu guru.
Alam raya sekolahku.
Sejahteralah bangsaku.

Lirik lagu berjudul: “Sama-sama” yang sering disenandungkan anak-anak jalanan itu, afdol betul untuk melukiskan suasana “pembelajaran” di Radio ARH anno-1973-1983, saat saya menjadi salah-seorang pekerja di gelombang “tempat anak muda” nangkring itu. Di tempat ini, Mas Zen, Zainal Abidin Suryokusumo, adalah guru, dan Radio ARH merupakan “akademi rakyat” yang berpikir merdeka, walau gedungnya sumpek.

Di sini, para mantan Laskar Ampera Arief Rachman Hakim (ARH), mahasiswa DO, anak-anak gang putus sekolah, wartawan subversif yang korannya diberangus Soeharto, seniman tanggung, kawula muda daerah korban urbanisasi, preman picisan Pasar Cikini, Godila, Kalpas, Bonsir, Tanjung Priok, Kampung Melayu, Menteng Wadas dan Bambu Apus, bisa kompak gegap-gempita. Perekatnya adalah Mas Zen, guru kaum DO, pemuda putus sekolah yang menghuni gang-gang kumuh Jakarta saat itu, yang selalu disapanya dengan empati: Hallooouuu, melalui rubrik “Kontak Pendengar” Titik-Temu Radio ARH, dengan nama on air: Bung Daktur. Suara baritonnya yang khas, menghangati, mengakrabi. Ia bicara antara subyek dengan subyek. Berbicara dengan pribadi dalam kedudukan yang setara. Bukan berbicara kepada obyek

Siaran Pendidikan Pemuda (SPP) Titik-Temu Radio ARH, melahirkan komunitas orang muda yang, pertama-tama, memiliki sikap (attitude) swadaya, mandiri. Mereka tergabung dalam Kelompok Pendengar SPP dan Bengkel Belia ARH. Kegiatan-kegiatan berupa diskusi, teater, perkemahan libur sekolah, dan tentu saja, paket-paket siaran pendidikan, merangsang minat kaum muda untuk menggarap diri, berkreasi melahirkan daya cipta.

Alhasil, anak putus sekolah (tak sedikit juga anak sekolah dan mahasiswa dari berbagai institusi tersohor ikut bergabung) bisa menjadi pede di sekolah alam raya ARH. Di sini, Mas Zen (Bung Daktur) memfasilitasi orang-orang muda ini untuk menggulirkan kegiatan-kegiatan yang selainkan mengembangkan sikap (attitude) berdikari, juga berlatih mengembangkan berbagai ketrampilan (skill): menulis, siaran, berteater, berwiraswasta, dan lain sebagainya. Seri diskusi, pelatihan, konsultasi, juga mampu menambah pengetahuan (knowledge) anak-anak gang itu.

Suasana ini membuat jarak antara pekerja dengan pendengar menjadi cair. Semuanya lebur dalam dalam komunitas belajar bersama dan kerja sama-sama itu. Komunitas ini adalah Indonesia kecil yang pluralis. Mas Zen memberikan kontribusi luar biasa atas tumbuhnya kesadaran kritis kaum muda dalam komunitas ARH itu.

Guru Pembebasan.

Bagi saya, Zainal Abidin Suryokusumo (ZAS), atau panggilan akrabnya Mas Zen, dan sapaan di radio ARH: Bung Daktur, adalah seorang pendidik, guru. Namun tidak seperti kebanyakan guru yang cuma memindahkan (mentransfer) pengetahuan kepada muridnya, Mas Zen adalah guru yang membebaskan muridnya berkreasi. Maka radio ARH pada masa Siaran Pendidikan Pemuda masih berjaya, adalah sebuah OASIS di tengah-tengah represi rezim Orde Baru. Sobat-sobat (panggilan akrab antar-kami) sering mengutip ucapan proklamator Bung Hatta: Republik Berpikir Bebas, untuk mencitrakan suasana pergaulan dan perdebatan di Radio ARH, di pojok TIM itu. Itu karena sobat ZAS berusaha menjadi demokrat sejati.

Sosok Radio ARH waktu itu boleh jadi dianggap sebagian kelas menengah sebagai lambang perlawanan. Ia adalah bagian dari sejarah Angkatan ’66 yang meruntuhkan Soekarno, sang proklamator yang pada penghujung pengabdiannya menjadi diktator. Namun juga kemudian bersikap kritis terhadap Soeharto, yang pada ujung kekuasaannya menyuburkan otoritarianisme dan KKN. Sebelum (pada akhirnya) masuk ke dalam keluarga besar GOLKAR, Laskar Ampera Arief Rachman Hakim dianggap sebagai barisan Orde Baru irasional karena sikap kritisnya.

Radio ARH kesohor pada masa itu (akhir 70-an sampai 80-an) dengan SIARAN PENDIDIKAN PEMUDA “TITIK TEMU”. Dan, Bung Daktur yang menakhodainya, menjadi citra orang pintar yang bijak dan peduli pada kaum muda yang termarjinalisasi. Orang muda yang tersingkirkan itu terlempar di dalam gang-gang kumuh metro Jakarta: para pemuda putus sekolah atau DO, yang gampang bergolak karena ditimpa kegamangan nilai-nilai. Banyak dari mereka datang dari desa, para imigran yang kesasar di belantara ibukota. Mereka tersisih dari sekolah-sekolah favorit, fans radio kelas menengah, ormas pemuda atau klub anak muda kota yang mentereng.

Siaran Pendidikan Pemuda Radio ARH menyapa para sobat tersisih ini dengan motto: “Hari Ini dan Esok Kita Punya”. Sebuah upaya untuk mengorganisir motif-motif dalam diri untuk percaya diri, kita bisa bangkit. Ini merupakan upaya pembebasan manusia dari tingkat kesadaran magis yang percaya bahwa sudah takdir ia menderita.

Keyakinan atau kepercayaan magis ini menghina Tuhan. Mungkinkah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang itu menakdirkan manusia ciptaanNya yang paling sempurna, untuk bernasib buruk? Mas Zen “mencambuk” anak-anak muda yang bergabung di Ikatan Pendengar SPP maupun Bengkel Belia ARH, untuk bangkit, percaya kepada kemampuan dirinya, menggali bakat-bakatnya untuk berkreasi melalui bidang apapun yang dikehendaki. Karena itu lahir motto: “Menggalang Minat, Merangsang Cipta, Menggarap Diri”.

Mas Zen, didukung para pengasuh Siaran Pendidikan Pemuda Radio ARH, bekerja dalam apa yang disebut sebagai “pendidikan pembebasan”. Tentu saja ini diilhami ahli pendidikan orang dewasa, Paulo Freire dari Brazil. Bukunya, Pendidikan Kaum Tertindas, yang diterbitkan LP3ES tahun 70-an, menjadi bacaan wajib para redaktur dan presenter SPP waktu itu. Di sinilah Mas Zen, Bung Daktur, menjadi tokoh kunci.

Komunikator.

Bung Daktur, juga bukan cuma guru “jago kandang”. Ia juga layak disebut sebagai guru untuk radio siaran swasta nasional secara keseluruhan. Sebagai Sekretaris Jenderal Pertama PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia), ia terlibat dalam pekerjaan Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia. Ia sungguh seorang komunikator yang mengabdi bagi kepentingan orang banyak.

Saya bahagia bertemu dan bekerja bersama Mas Zen, sahabat, guru yang membebaskan seperti dia. Juga karena mengenal Uni Ira dan seluruh keluarga yang selalu hangat, akrab dan mengayomi. Saya percaya Mas Zen kembali kepada Sang Pencipta dengan lapang, sementara keluarga yang ditinggalkan tabah dan tegar. Mas Zen telah banyak menyumbangkan gagasan, berucap dan bertindak untuk kemashlahatan banyak orang, melalui media yang digelutinya: dunia radio siaran.

Medan, 23 September 2007.

[Arthur J. Horoni. Laki-laki kelahiran Sangihe Talaud, 10 Februari 1947, adalah Direktur Program Radio ARH periode 1973-1983, dan sebelumnya bekerja di Radio Merdeka Surabaya (1970-1973); Kemudian selepas dari Radio ARH, ia bekerja sebagai Redaktur Majalah Fokus (1983-1084); Redaktur Majalah Oikumene (1984-1992); Koordinator Program Center for Indonesian Migran Worker, Jakarta (1998-2002): Manajer Program Yakoma PGI (1992-2005); Wakil Direktur Yakoma PGI (2004-2005); Direktur Yakoma PGI (2006). Dan, ketika membuat tulisan ini, Arthur John Horoni adalah Program Coordinator Center For Popular Education, Medan, sejak 2006.]

5 komentar:

Anonim mengatakan...

"Kemauan, kemauan, dan kemauan itu adalah kata yang selalu keluar dari Beliau."

Mang Billy, generally it’s very impressive site's, dsb, contentnya boleh juga, isinya juga mendidik n cerdik ..! Site's ini sangat bernilai, siapapun yang buat, yang upload, dan yang nulis, pastilah orang-orang yang full ideas and thoughts.

Ada usul, itu juga kalau Mang Billy mau, gimana kalo lay-out web dibuat one pages per screen, jadi contentnya bisa scrolling coz windowsnya tetap one screen…(misal di resolusi 800×600,), sehingga tampilan websitenya lebih informatif dan memudahkan pencarian tema. Juga resize gambar, kayaknya nyaris nutupin sebagian halaman, gitu juga color dari tulisannya kok yellow sih ? Kalo orang lain yang liat, khan bikin males.

Mang Billy aku ingin aja website ini jadi keren, jadi gak melulu sekedar kenangan. Maunya sih makin informatif, mudah dalam pemahaman, dan bermanfaat bagi orang banyak. Coz, Ilmu yang bermanfaat yang disebarluaskan dan mudah dalam pemahaman akan mendapatkan pahala yang besar dari Tuhan YME.
Amiinn ... 3 Kali ya.

It’s right fully proud 4 me 2 know this site…. begitu saja ... tetap maju terus ... Bravo Mang.

Billy Soemawisastra mengatakan...

Terima kasih atas semua masukan Anda, Bung Kedly. Blog ini memang akan terus di-update, baik isi maupun tampilannya. Tetapi semua itu butuh waktu. Maklum, administratornya juga masih dalam taraf belajar bikin blog. Sekali lagi terima kasih atas kunjungan Anda. Ajak teman-teman lain untuk berkunjung dan memberikan komentar.

Anonim mengatakan...

Mang Billy, saya sangat terkesan atas dirilisnya blog ini. Saya mengenal diri Anda, tapi Anda mungkin sudah lupa sama saya. Saya alumni BB-ARH 81-82, seangkatan dengan Komar Najib, Adang Pamolo, Kemal Abas, Farid, Endah, Rara Marulent, dll. Suatu hari, di salah satu mal di kota Palembang, saya melihat Anda tengah bertugas, mungkin tahun 2005. Saat itu saya ingin menyapa Anda, namun kelihatannya Anda lagi sibuk. Jadi saya urungkan saja niat itu, sebab saya pun tak bisa berlama-lama di tempat itu.

Mudah-mudahan blog ini menjadi ajang tukar pikiran bagi alumnus BB-ARH maupun pribadi-pribadi yang mencintai kebebasan berpendapat.

Selamat atas diterbitkannya blog ini dan salam dari saya.

Anonim mengatakan...

Hargie, terima kasih atas komentar Anda. Sering-seringlah berkunjung ke blog "Bung Daktur ARH". Kalau Anda punya tulisan menyangkut kenangan Anda selama mengikuti kegiatan di BB-ARH, silakan kirim ke email saya.

Beberapa tahun berturut-turut, sejak tahun 2000 hingga 2005, saya memang sering berkeliling ke berbagai "kota rating" untuk mencari dan menyeleksi calon-calon presenter. Mengapa Anda tidak menghampiri saya sewaktu saya berada di Palembang? Saya berada di setiap kota (saat itu) minimal tiga hari.

TNO mengatakan...

Bung Billy Yth.
Saya sangat senang mendapatkan blog ini, 2 tahun saat Drop Out dari sekolah, makan tidur dan bercanda di ARH merupakan kenangan yang tak akan dilupakan. Masih teringat pula ketika mas Zen minta saya mengkoordinir Kelompok Pendengar SPP untuk wilayah Tanjung Priuk (saya anak Priuk).
Kalau boleh dan semoga dikabulkan saya ingin sekali mendapatkan alamat Bung Arthur dan Sobat Bustami. Dua orang ini tak pernah saya lupakan dalam hidup saya.
Terima kasih atas segala bantuan Bung Billy.
Hormat saya,
Martono